Masjid Quba, Ibadah Senilai Umrah dan Landasan Sejarah Islam
By Admin
nusakini.com, Masjid Quba merupakan salah satu destinasi utama, baik jemaah umrah maupun haji. Nilai sejarah dan ibadah menjadi alasan utama para peziarah berkunjung ke sini.
Masjid Quba terletak sekitar empat kilometer dari Masjid Nabawi, Madinah. Masjid ini dipercaya sebagai masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. Di masjid ini juga pertama kalinya dilaksanakan salat berjamaah secara terang-terangan.
Ketika pertama kali dibangun, masjid ini terletak sekitar enam kilometer di pinggiran selatan Yatsrib (nama Madinah saat itu), di desa Quba. Saat itu, Madinah belum diperluas hingga mencakup desa ini.
Pada dasarnya, Quba adalah sumur di perkampungan yang dihuni penduduk dari Bani Amr bin Auf, milik Abu Ayyub Al-Ansari. Unta betina Nabi pertama kali berlutut di sana untuk meminum air setelah perjalanan hijrah dari Makkah menuju Madinah.
Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi Daker Madinah, Prof Dr KH Aswadi mengatakan, dalam peristirahatan di Quba selama empat hari sembari menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib, Nabi Muhammad tinggal di rumah Kultsum ibn al-Hadmi, dari Bani Amr bin Auf, dan memulai pembangunan masjid tersebut yang diberi nama Quba.
Aswadi menceritakan bahwa Nabi sendiri yang meletakkan beberapa batu bata tersebut, dan para sahabatnya bergabung dengannya. Masjid Quba dibangun dengan batu bata mentah dan atap dari daun kurma. Mereka bekerja keras, membawa batu-batu, dan pasir untuk pembangunan, dan Nabi sendiri yang menanggung beban di punggungnya.
Saat ini, Masjid Quba adalah masjid terbesar kedua di Madinah. Kajian sejarah Islam tentang Masjid Quba menunjukkan pentingnya masjid ini.
Menurut Aswadi, fadilah salat di Masjid Quba sangat besar. Ia mengutip hadis dari Ibnu Majah, "Siapa yang berwuduk di rumahnya, lalu ia mendatangi Masjid Quba, dan ia melaksanakan salat di dalamnya, maka pahalanya seperti pahala umrah.”
Dalam riwayat, Rasulullah semasa hidupnya, selalu pergi ke Masjid Quba setiap hari Sabtu, Senin, dan Kamis. Setelah beliau wafat, para sahabat juga sering menziarahi masjid ini dan melaksanakan salat di dalamnya.
Masjid yang Dibangun atas Dasar Takwa
Masjid Quba juga disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa dan orang-orang yang berada di dalamnya adalah orang-orang yang selalu membersihkan diri, sebagaimana dalam Surat At-Taubah ayat 107 sampai 110.
Menurut Aswadi yang juga Guru Besar Ilmu Al-Qur'an di UIN Sunan Ampel Surabaya, turunnya ayat tersebut tidak lepas dari Masjid ad-Dirar, masjid yang membawa kerugian kepada umat Islam.
Masjid ad-Dirar awalnya mendapat persetujuan dari Nabi Muhammad SAW namun kemudian dihancurkan setelah beliau kembali dari Ekspedisi ke Tabuk.
Menurut sebagian besar ulama, masjid ini dibangun oleh 12 orang munafik, mengikuti arahan Abu Amir al-Rahib, seorang Hanif yang menolak seruan Muhammad untuk masuk Islam dan bersekutu dengan non-Muslim Makkah dalam Perang Uhud.
Abu Amir memengaruhi para pengikutnya untuk membentengi masjid dan mengumpulkan senjata, menyarankan rencana pembentukan tentara, yang konon didukung oleh Heraclius, untuk mengusir Muhammad dari Yatsrib.
Orang-orang di balik pembangunan dan pengoperasian Masjid al-Dirar bertujuan untuk menimbulkan perselisihan di antara sesama muslim dan menolak untuk salat di Masjid Quba, dengan menyatakan bahwa masjid tersebut dibangun di tempat seekor keledai pernah ditambatkan.
Pembangunan Masjid Dirar tersebut didasari atas sifat iri dari Bani Ghunmun bin Auf yang merupakan golongan dari suku Khazraj terhadap adanya bangunan masjid Quba yang dibangun oleh saudara mereka sendiri yaitu Bani Amr bin Auf.
Dalam Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul Imam aa-Suyuthi, ada riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Syihab az-Zuhri dari Ibnu Akimah al-Laitsiy dari putra saudaranya yaitu Abu Rahm al-Ghifari. Tatkala Abu Rahm al-Ghifari sedang berjualan di bawah pohon, ia menceritakan bahwa suatu ketika datanglah orang-orang yang membangun Masjid Dirar kepada Nabi, di mana saat itu Nabi sedang bersiap diri untuk perang Tabuk.
Beliau pun menjanjikan akan datang dan salat bersama mereka sepulang dari Tabuk. Nabi Muhammad sendiri sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke Masjid Dirar, namun dicegah dengan turunnya wahyu tentang kemunafikan dan niat buruk para pembangun Masjid, yaitu Surat at-Taubat ayat 107-110.
Setelah mengetahui bahwa orang-orang ini munafik dan memiliki motif tersembunyi untuk membangun Masjid Dirar, ia memerintahkan para sahabat untuk membakarnya.
Stelah diperluas, Masjid Quba saat ini berdiri kemungkinan sudah termasuk di bekas Masjid ad-Dirar atau di dekatnya.
Struktur Masjid Quba
Struktur Masjid Quba mengalami pembangunan terbesar dalam sejarahnya, dengan luas area mencapai 50.000 meter persegi. Kapasitas meningkat hingga mampu menampung 66 ribu jemaah.
Dikutip dari Saudi Gazette, renovasi terakhir Masjid Quba memperluas ruang salat menjadi 5.035 meter persegi dan keseluruhan masjid beserta fasilitasnya menjadi 13.500 meter persegi dari semula hanya 1.600 meter persegi. Ruang salat utama ini mampu menampung hingga 20 ribu jemaah.
Masyarakat Madinah akan dengan nyaman melakukan salat di masjid Quba selama haji dan Idulfitri, ketika biasanya terjadi peningkatan jumlah jemaah yang berkunjung ke kota tersebut.
Masjid ini memiliki 54 kubah kecil, lima kubah berukuran sedang, dan satu kubah besar tepat di atas area mihrab. Bangunan masjid memiliki empat menara, masing-masing satu di setiap sudut. Awalnya hanya ada satu menara, renovasi terakhir menambahkan tiga menara lainnya. Dasarnya persegi, memiliki poros segi delapan dan berbentuk lingkaran di puncaknya.
Halamannya dibuat dari marmer putih dan hitam yang dihiasi ornamen berwarna merah. Sebagiannya ditutupi payung pada siang hari untuk melindungi jamaah dan pengunjung dari panas dan terik.
Elemen bangunan baru ini mencakup karya dari arsitek Mesir Abdel Wahed el-Wakil, arsitek Pakistan Hassan Khan Sayyid, dan arsitek tensil dari Stuttgart, Mahmoud Bodo Rasch.
Masjid ini memiliki dua area salat utama, satu di selatan dan satu lagi di utara yang dihubungkan oleh dua barisan tiang beratap di sisi timur dan barat mengelilingi ruang tengah, yang ditutup dengan kain. Ruang salat di bagian selatan dihiasi enam kubah yang lebih besar di atasnya, ruang salat di bagian utara dihiasi 32 kubah yang lebih kecil, dan barisan tiang di atasnya dilengkapi dengan kubah yang lebih kecil.
Terdapat 7 pintu masuk utama dan 12 pintu masuk tambahan di Masjid Quba, fasilitas toilet sebanyak 64 unit untuk pria dan 32 toilet untuk wanita.
Renovasi Masjid Quba
Setelah pertama kali dibangun pada masa Nabi Muhammad, Masjid Quba termasuk sering direnovasi. Khalifah ketiga Utsman bin Affan melakukan renovasi pertama. Kemudian pada masa Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah direnovasi lagi dan dibangun menara masjid. Beberapa penambahan dilakukan pada masjid ini oleh Kamaluddin al-Isfahani.
Menurut arabnews, masjid ini telah direnovasi beberapa kali, antara lain pada tahun 1057, 1177, 1293, 1355, 1462, dan 1503. Perubahan terakhir dilakukan di era Sultan Abdul Majid dari Kesultanan Turki Usmani.
Pada masa Kerajaan Saudi, Masjid Quba dan rumah ibadah lainnya, rutin direvitalisasi. Pada tahun 1968, sisi utaranya diperluas. Pada tahun 1985 Raja Fahd memerintahkan beberapa perluasan, dengan tetap mempertahankan arsitektur bersejarah dari bangunan tersebut.
Struktur saat ini dirancang oleh arsitek neoklasik pemenang penghargaan Driehaus, Abdel Wahed el-Wakil. Awalnya direncanakan struktur lama akan digabungkan dengan yang baru, namun gagasan ini ditinggalkan dan bangunan lama dirobohkan seluruhnya.
Pada tahun 2018, sebagaimana dliansir arabnews, Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) memerintahkan restorasi 130 masjid bersejarah, yang merupakan bagian dari program revitalisasi nasional pemerintah.
Sebanyak 57 lokasi, termasuk sumur, pertanian dan kebun buah-buahan, dikembangkan atau direhabilitasi sebagai bagian dari proyek ini, yang merupakan bagian dari tujuan dan sasaran Visi Saudi 2030.
MBS percaya akan pentingnya masjid-masjid kuno ini, baik dalam kekayaan nilai agama, sosial, budaya maupun arsitekturnya.
Menurut Abdul Haq Al-Uqbi, arsitek yang berspesialisasi dalam arsitektur masjid di Madinah, pembangunan Masjid Quba tidak hanya meningkatkan kapasitas jamaah tetapi juga memastikan bahwa signifikansi budaya dan agama akan ditingkatkan.[]